Home / TOPAD

Selasa, 1 Maret 2022 - 22:17 WIB

Kapan Pelaku Korupsi Dihukum Mati?

OPINI :

Penulis : TOPAD

UU hukum mati terhadap pelaku sudah ada sejak 23 tahun lalu, namun kenapa UU ini seolah ditumpulkan dengan adanya perkataan korupsi dilakukan pada keadaan tertentu.

Ancaman hukuman mati tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pasal 2 ayat (1) menyebutkan: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.’

Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan: Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan: Yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Dijelaskan apabila diperuntukkan bagi penanggulangan bencana, bukankah bencana yang terjadi ini, faktor utamanya karena dana yang dikorupsi tersebut. Artinya bukan harus ada perkataan secara khusus dana itu untuk bencana, namun kenyataannya walau tidak disebut anggaran yang digelontorkan tersebut untuk penanggulangan bencana, secara otomatis dapat dibuktikan karena dikorupsi sudah timbul malahan bencana, sebagaimana yang dirasakan bangsa ini, saat ini.

Baca dampak korupsi, sebagaimana diuraikan pada opini Topad dengan judul “Pamor Korupsi (https://beritanusa.id/pamor-korupsi/) dan dampak korupsi di youtube Channel Topad, dengan judul “Pengadilan Rakyat 5″ (https://youtu.be/i-0_M1Q3vjE) dan Pengadilan Rakyat 6 (https://youtu.be/WpY9wRqZ1kY).

Jutaan jiwa, meninggal belakangan ini, akibat covid, bukan karena faktor covid semata. Covid hanya membuktikan, bahwa kondisi bangsa ini sudah lama tidak dalam kondisi ideal, masyarakat mudah terkena penyakit fisik dan mental. Kondisi masyarakat demikian, bukan juga instant, itu sudah merupakan akumulasi korupsi yg berjilid-jilid, bertahun-tahun, tidak juga terjadi hanya di masa kepemimpinan presiden si  A, si B, si C dan si D.

Ambil satu contoh, anggaran untuk bangun ruang inap rumah sakit, seharusnya sudah dapat merealisasikan 120 % dari jumlah yg ada sekarang (asumsi ada kebocoran anggaran 20 %, dasar asumsi dari tulisan-tulisan yang sudah terberitakan di media).

Jika dimasa covid ini ada kekurangan ruang rawat inap, sehingga penderita covid tidak tertampung di RS, kemudian mati, apa tidak bisa dikatakan goro-goro si koruptor itu ? Tinggal hitung, 20 % dari kapasitas ruang inap RS tersedia negeri ini, itulah jumlah ruangan inap yg hilang ditelan bumi. Apa tidak mungkin, jutaan yg meninggal itu, karena ulah si koruptor ? Apa tidak pantas di hukum mati ?

Demikian dari segi obat-obatan, kenapa bisa kurang ? Asumsi dikorupsi 20 %, hitung orang yang meninggal berapa, karena tidak dapat obat ? Apa kematian yang kurang obat itu, diperkirakan 1 jt orang, bukan karena ulah koruptor.

Demikian juga masalah kebijakan, dimasa covid ini, mudah berasumsi, andaikan dari dulu dibangun pabrik kimia bahan dasar obat-obatan, dan peralatan kesehatan, tak perlu ketergantungan lagi kan, seperti yang dialami saat ini ? Apa tidak bisa rakyat ini protest, kok tidak dibangun ? Akibatnya banyak mati rakyat, akibat kurangnya obat, menunggu dari luar ? Apa tidak logis, bila yang dipercayakan untuk itu, tapi tidak dilakukan, dihukum mati ?

Melihat situasi dan kondisi negara ini, dan merujuk negara lain bisa maju, ya itu tadi, yang berotoritas seharusnya mengambil langkah yang sama. Sebut saja negara cina bisa maju seperti saat ini karena berani bertindak tegas. Tahun 2018, saat krisis bertepatan ada pergantian PM, dan PM tersebut tancap gas, gasak koruptor tanpa pandang bulu yang diawali dengan niat, tekat dan keberanian PM saat itu, melalui pidato fenomenal ” beri saya 100 peti mati, satu untuk saya dan 99 untuk koruptor. Apa tidak pantas, kita bernyanyi ” bergitik bulu roma ku, dan seterusnya…”.

UU sudah ada, lembaga yang punya otoritas ada, bahkan berderet.

Apa bisa dan kapan terlaksana di negeri merah – putih ini ?

Ada pendapat, tidak boleh, melanggar HAM. Wong satu orang koruptor yang korupsinya secara tidak langsung, mengakibatkan jutaan jiwa tewas,  apa itu tidak melanggar HAM dari jutaan orang ?

Kembali ke judul tulisan ini yang bertanya kapan koruptor dihukum mati ? Sudah menjadi keharusan, karena dampaknya luar biasa terhadap ketertinggalan bangsa ini dan juga penyebab jutaan nyawa anak bangsa ini hilang dengan sia-sia.

Perangkat hukum dan lembaga pelaksana sudah tersedia secara lengkap, tinggal kemauan dan keikhlasan semua pihak untuk segera mengeksekusinya.

Share :

Baca Juga

Parluhutan S (Topad), Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Rakyat Nusantara (Pusatnusa). Foto/Beritanusa

TOPAD

Selaraskan Keinginan dengan Kebijakan, Ketaatan dan Tindakan
Ketua Umum PUSATNUSA Parluhutan S (Topad). Foto/Beritanusa

TOPAD

Uang Tidak Mengenal Saudara

TOPAD

Sorot Tajam Kinerja PT ASDP dan Menanti Gebrakan Menteri BUMN
Parluhutan S (Topad), Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Rakyat Nusantara (Pusatnusa). Foto/Beritanusa

TOPAD

Revitalisasi Kearifan Lokal
Ketua Umum PUSATNUSA Parluhutan S.

TOPAD

Pak Menteri, Miskin Bukan Status Bawaan
Parluhutan (Topad),Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Rakyat Nusantara (Pusatnusa). Foto/Beritanusa

TOPAD

Menanti Vaksin Covid-19

TOPAD

TUNDA PEMILU Bersihkan (Loundry) Korupsi.
Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Rakyat Nusantara (PUSATNUSA) Parluhutan S. SE.Ak, M.Ak, CA, CMA atau Topad memberikan arahan kepada para relawan muda dalam mengembangkan sistem pasar digital untuk para pelaku Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM), di Gedung Gorga, Jakarta, Senin (3/8). (Foto: Radhea Heqamudisa/Beritanusa.id)

TOPAD

Menanti Loncatan Besar