Oleh: Parluhutan S.SE.Ak, M.Ak, CA, CMA (Topad), pendiri Perkumpulan Pengusaha Rakyat Nusantara (Pusatnusa/www.pusatnusa.com).
BOM bunuh diri di Makassar menjadi perhatian publik dan direspon dari berbagai sudut pandang (agama, sosial ekonomi, budaya dan hukum).
Kecenderungannya adalah pembenaran kelompoknya, sehingga berpotensi untuk menambah deretan perbedaan yang bukan lagi antar-pemeluk agama yang berbeda, namun merembes ke dalam organisasi keagamaan yang sama; berdasar kitab suci yang sama.
Lihat saja, sekelas ustad senior dengan lantang membenarkan terorisme dengan dasar kutipan ayat dari Al-Qur’an. Dan sebaliknya, sikap kontra dengan dasar yang sama, Al-Qur’an. Demikian pula di kalangan sesama Nasrani, tanggapan yang berbeda juga ditemukan dengan dasar kitab suci yang sama, yakni Alkitab.
Bayangkan dengan kitab suci saja dapat melahirkan sikap yang beragam, yang terkesan digunakan untuk mendukung dan menguatkan sikap masing-masing. Bagaimana dengan yang bukan berdasarkan kitab suci, apa jadinya bangsa ini?
Peristiwa demikian bukan hal baru, sudah berulang terjadi sejak kehidupan manusia di masa lalu, baik sebelum Masehi dan setelah Masehi. Referensi kejadian berulang tersebut dapat kita baca di buku sejarah dan kitab suci kita masing-masing.
Masalah padanannya atau pasangannya adalah solusi, memahami sebab akibat adalah bagian dari solusi. Kemudian satu masalah dimungkinkan bersumber lebih dari satu sebab masalah, atau akibat masalah, demikian sebaliknya.
Oleh karenanya, Tuhan menciptakan manusia dibekali dengan pikiran, akal budi, hikmat dan kebijaksanaan dalam memahami masalah dan mencarikan solusinya.
Dari teori universal tersebut, para pihak berwajib mencarikan sebab musebab dari peristiwa ini dan mencarikan langkah-langkah mengatasinya. Dan Tuhan mengharuskan dengan semua bekal yang diberikan itu buatlah kitab suci masing-masing sebagai dasar.
Penulis melihat bahwa akar permasalahan dari banyak masalah pada bangsa ini, termasuk masalah terorisme salah satunya yang baru saja kembali terulang adalah tindakan yang berasal dan dilakukan untuk menghukum perilaku orang-orang yang diyakini telah melakukan penyimpangan dari ajaran agama masing-masing.
Karena perilaku ketidakadilan, menyimpang dari kebenaran, ketidaktaatan adalah bentuk penyimpangan dari agama manapun. Saling tuding yang dilakukan oleh kelompok pro terhadap kelompok kontra dan sebaliknya, adalah tindakan untuk menyembunyikan pelanggaran masing-masing, yang sudah terakumulasi lama.
Sikap korektif yang dilakukan dengan cara melakukan bom bunuh diri adalah pilihan yang diyakini oleh kelompok si pelaku sebagai cara yang paling efektif dengan anggapan mampu menjangkau jumlah yang lebih banyak, lebih menakutkan dan lebih ditanggapi oleh kelompok yang dituju. Tindakan berbeda namun untuk tujuan yang sama, misalnya dilakukan dengan cara menghujat, fitnah dan menghakimi.
Masalah semakin diperkeruh karena keyakinan yang terakumulasi saat ini adalah hampir semua pihak melihat dan meyakini track record masing-masing, baik yang pro dan kontra adalah sama-sama memiliki catatan kurang baik, sehingga peluang untuk saling mengklaim, saling menyalahkan dan menyatakan kelompoknya yang terbaik, paling benar dan sebagainya adalah menjadi tontonan yang sangat terbuka lebar.
Dengan alasan mempertahankan eksistensi, maka antar-kelompok yang beseberangan, berlomba untuk memperkuat diri agar lebih unggul, walau dengan cara melakukan pelanggaran baru yang tentunya semakin menambah dan menumpuk akumulasi masalah yang semakin jauh menyimpang dari kebenaran yang hakiki atau universal, sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Sebut saja mengejar kuasa, harta dan pengaruh dengan cara apapun dan secara tidak sadar merugikan dan menyakiti pihak lain, yang tentunya menunggu waktu yang tepat untuk melakukan hal yang sama. Artinya akan terjadi balas membalas yang tidak ada ujungnya, namun menyisakan residu masalah yang semakin menumpuk.
Jika terus berlangsung maka dapat dipastikan bahwa kita sama-sama hanya dalam posisi menghitung hari saja. Tindakan-tindakan yang beragam, yang tidak menyentuh akar penyebab permasalahan, hanya menunda sementara dan mengulur waktu.
Ada masa nanti bahwa semua akan terdiam, tidak mampu berbuat, tidak berdaya dan pasrah, karena sudah tidak mampu memikul beratnya tumpukan masalah.
Penulis kembali mengingatkan ke sekian kalinya bahwa hal berikut ini dapat dipikirkan dan direncanakan untuk segera terealisasikan dengan dasar pemikiran:
- Semua pihak kembali menerapkan ajaran kebenaran agamanya masing-masing, maka semua permasalahan yang ada akan tiarap atau menguap dengan sendirinya.
- Kata kuncinya adalah kembali ke ajaran agama masing-masing dan memastikan bahwa ajaran tersebut hidup dalam kehidupan sehari-hari atau menjadi habits, kebiasaan sehari-hari.
Bukan hanya sekedar menempel di status dan sekedar mengetahui secara hafalan belaka dan mempertontonkan kelebihannya atas kemampuan menghafal. Yang dibutuhkan adalah tindakan atau melakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sadar atau tidak sadar dengan tidak mengurangi rasa hormat Penulis kepada tuan-tuan dan juga anggapan dari sekelompok masyarakat bahwa perilaku sehari-hari dari bangsa ini sudah kebanyakan tidak sesuai dengan ajaran murni dari masing-masing agama yang dipeluk, kebenaran yang hakiki, berlaku universal diakui semua golongan, sebagai inti dari semua ajaran agama. Yang diutamakan adalah citra.
Berbeda dengan negara yang mendiami Eropa Utara, sebut saja Finlandia. Lihat contoh di tulisan saya berjudul: Apakah Negara Paling Bahagia Ada di Negara Paling Religius?
Mengakhiri tulisan ini, pemikiran Penulis hanya sederhana yaitu segera berhenti untuk saling menghujat dan saling mencari kesalahan, menghakimi dan pembenaran. Masing-masing merenung saja. Ciptakan sebuah momen yang mungkin diprakarsai oleh pemerintah untuk menerapkan momen merenung dan berbalik ke ajaran kitab suci masing-masing seperti yang dipraktekkan oleh bangsa yang mendiami Kota Niniwe tahun 787 – 747 SM.
Niniwe terletak di sebelah timur, timur laut Kota Mosul di provinsi Ninawa, Irak. Kota kuno Niniwe berdiri di daerah pinggiran timur Kota Mosul saat ini, di tepi sungai Tigris.
Referensi baca Yunus bin Amitai, ada 4 Pasal (Alkitab) atau Nabi Yunus bin Matta (Al-Qur’an). Baca juga pembandingnya di Nabi Amos.
Kejadian serupa di atas sudah banyak dan akan berulang dan semua itu atas karya Tuhan Yang Maha Besar, Raja dari Segala Raja, Maha Adil, Maha Kuasa dan Maha Mengetahui. Tuhan Yang Maha Esa yang sama-sama kita akui dan disahkan di dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 bangsa ini.
Kemudian untuk membentuk dan memastikan pemerintah dan rakyat yang taat dengan aturan dan ajaran agama masing-masing, tanpa menghalangi perekonomian dan aktivitas yang berhubungan dengan kenegaraan, Penulis tidak akan mundur dari keyakinannya, mengusulkan dan mengingatkan kembali sistem yang benar-benar adaptif dengan situasi terkini, yang sudah berulang Penulis beritakan melalui media sosial dan portal berita online, www.beritanusa.id, antara lain menerapkan suatu sistem yang terintegrasi yang menjadi wadah untuk menghubungkan semua pihak, rakyat dan pemerintahnya, hingga ke tingkat pedesaan dan menyentuh semua lapisan masyarakat yang dapat diakses di www.pusatnusa.com.
Sistem utama yang menjadi induk dari segala sistem yang dibutuhkan oleh bangsa ini, bernama Sistem Topad 11. Kemudian turunan dari sistem Topad 11 akan dikembangkan atau dihubungkan dengan sistem yang tersedia di masing-masing lembaga.
Saat ini tim yang digerakkan oleh Penulis sendiri sedang menyelesaikan sistem turunan yang sangat vital untuk dapat diimplementasikan di Kepolisian RI yang dinamakan dengan sistem Topad 11 PolIndoJaya.
Untuk menghambat adanya upaya plagiat dari pihak yang tidak bertanggungjawab, baik yang meniru sebagian atau keseluruhan dari sistem tersebut, dan maupun keseluruhan dengan tujuan mengkomersilkan sistem tersebut untuk tujuan memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, dengan mengorbankan kepentingan 271 juta rakyat Indonesia, Penulis telah mematenkan sistem tersebut kepada Tuhan, Pencipta Alam Semesta yang mengkehendaki adanya perubahan pada bangsa ini.
Jika tidak mengindahkan permintaan Penulis, silakan berhubungan dengan Tuhan karena Penulis tidak punya kekuatan dan kuasa untuk menghukum pihak dimaksud.